MENANTI PILIHAN
Fatimah kini semakin memikat para pemuda Madinah.
Bahkan, mereka yang sudah menikah juga tidak ketinggalan untuk melamarnya.
Paras eloknya semakin menarik perhatian public. Ia menjadi satu-satunya sorotan
para pemuka dan pembesar Madinah guna menghubungkan tali keluarga dengan
Rasulullah SAW. Ia merupakan gadis yang sempurna: cantik, bersih, dan lembut.
Usianya saat itu adalah 18 tahun.
Sebelumnya, para pembesar Muhajirin dan Anshar
sudah berupaya melamar gadis itu. Tetapi, Rasulullah SAW tidak memberi mereka
kepastian. Sebab, pada satu sisi, petunjuk wahyu belum datang kepadanya. Pada
sisi yang lain, beliau sudah paham sosok paling pantas untuk putrinya. Konon,
Abu Bakar pernah meminta Rasulullah SAW untuk mempersunting putrinya.
“Wahai Abu Bakar, tunggulah sampai ada ketentuan!”
jawab Rasulullah SAW.
Berselang beberapa waktu kemudian, Abu Bakar pergi
menemui Umar bin Khattab. Ia bermaksud memperjelas sesuatu yang telah dikatakan
Rasulullah SAW kepadanya.
“Engkau di tolak, wahai Abu Bakar!” komentar Umar
bin Khattab setelah mendengar cerita Abu Bakar.
“Kalau begitu, engkau coba datang menemui
Rasulullah” saran Abu Bakar.
Umar bin Khattab lantas pergi menemui Rasulullah
SAW. Ia bermaksud mengklarifikasi jawaban singkat yang pernah diberikan beliau
kepada Abu Bakar. Ia juga berharap bahwa dirinyalah yang dimaksud tentang
ketentuan itu.
“Tunggulah sampai takdir menentukan, wahai Umar!”
tegas Rasulullah SAW
Dengan demikian, Umar bin Khattab pun mengalami
penolakan sebagaimana Abu Bakar. Intinya, banyak pemuka dan pembesar Quraisy
yang menginginkan putri Rasulullah SAW. Sementara itu, Ali bin Abi Thalib juga
berhasrat memperistri Fatimah.
Di tengah-tengah lamaran para sahabat terkemuka
untuk Fatimah, tiba-tiba Rasulullah SAW bertanya kepada Abu Bakar, “Apakah
engkau bersedia meyampaikan persoalan Fatimah kepada Ali bin Abi Thalib?”
Dengan segera Abu Bakar memberi kesediaannya. Ia
bergegas menemui Ali bin Abi Thalib. Dari kejauhan, sepupu Rasulullah SAW itu
melihat sosok Abu Bakar hendak menuju rumahnya. Dengan tergopoh-gopoh, Ali bin
Abi Thalib segera menyambut tamunya.
“Wahai Abu Bakar, berita apa yang engkau bawa?”
Tanya Ali bin Abi Thalib terlebih dahulu.
Abu Bakar duduk sejenak. Ia mulai menjelaskan inti
persoalan. “Wahai Ali, engkau adalah orang pertama yang beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya serta mempunyai keutamaan lebih disbanding orang lain. Semua
sifat utama ada pada dirimu. Demikian pula engkau ialah kerabat Rasulullah.
Beberapa orang sahabat terkemuka telah menyampaikan lamaran kepada beliau agar
dapat mempersunting Fatimah. Tetapi, lamaran mereka ditolak semua. Beliau
mengatakan bahwa persoalan putrinya diserahkan kepada Allah. Tetapi wahai Ali,
kenapa engkau tak pernah menyinggung Fatimah? Apa sebabnya? Dan, mengapa engkau
tidak melamar untuk dirimu?” Tanya Abu Bakar setelah lama bercerita.
“Kuharap semoga Allah dan Rasul-Nya akan menahan
putrinya itu untukmu,” sambung Abu Bakar.
“Wahai Abu Bakar, Anda telah membuat hatiku
guncang. Anda telah mengingatkan sesuatu yang sudah kulupakan. Demi Allah, aku
memang menghendaki Fatimah, tetapi yang menjadi penghalang satu-satunya bagiku
ialah karena aku tidak mempunyai apa-apa,” jawab Ali bin Abi Thalib dengan
penuh harap.
“Wahai Ali, janganlah engkau berkata seperti itu.
Bagi Allah dan Rasul-Nya, dunia dan seisinya ini hanyalah ibarat debu bertaburan!”
jawab Abu Bakar sembari menguatkan tekad Ali bin Abi Thalib agar tetap
mempersunting Fatimah.
Sebelumnya, Abu Bakar tersentuh haru mendengar
jawaban pertama Ali bin Abi Thalib. Namun, ia paham bahwa ia mestilah
menyemangati sahabatnya itu. Setelah itu, Ali bin Abi Thalib pun bersemangat.
Ia segera pergi menemui Rasulullah SAW yang kebetulan berada di kediaman Ummu
Salamah.
Ketika berjumpa dengan Rasulullah SAW Ali bin Abi
Thalib terlihat sedikit gugup. Ia bingung perihal maksud yang ingin ia sampaikan
kepada sepupunya itu. Melihat itu, Rasulullah SAW agaknya paham maksud
kedatangan Ali bin Abi Thalib.
Rasulullah SAW lantas berkata, “Wahai Ali,
tampaknya engkau mempunyai keperluan. Katakana saja sesuatu yang ada di
pikiranmu. Ungkapkan keperluanmu hingga aku mampu memenuhinya.”
Mendengar pernyataan tersebut, Ali bin Abi Thalib
sedikit berani dan percaya diri. “Ya Rasulullah, maafkanlah aku. Anda tentu
ingat bahwa Anda telah mengambil aku dari paman Anda. Padahal, kala itu aku
masih anak-anak dan belum mengerti sesuatu pun,” ungkap Ali bin Abi Thalib
dengan penuh tawadhu.
“Sesungguhnya. Allah telah memberi hidayah
kepadaku melalui anda. Dan Anda ya Rasulullah adalah tempat aku bernaung. Anda
jugalah yang menjadi wasilahku di dunia dan akhirat. Sekarang, aku telah
menjadi dewasa, dan aku ingin berumah tangga,” tambah Ali bin Abi Thalib.
Saat mengutarakan maksudnya tersebut, Ali bin Abi
Thalib sedikit gugup. Jantungnya berdebar kencang.
“Sekarang aku datang menghadap untuk melamar putri
Anda, Fatimah. Ya Rasulullah, apakah Anda berkenan menyetujui dan menikahkan
aku denganya?” sambung Ali bin Abi Thalib.
Mendengar tutur Ali bin Abi Thalib, seketika wajah
Rasulullah SAW berseri-seri. Beliau amat bahagia akan niat sepupunya untuk
mempersunting Fatimah. Beliau berkata, “Wahai Ali, apakah engkau mempunyi suatu
bekal maskawin?”
Ali bin Abi Thalib sedikit terkejut. Pasalnya, ia
benar-benar tidak mempunyai harta sedikit pun. Tetapi, ia harus dapat
mempersunting putri Rasulullah. Ia pun memberanikan diri berkata jujur.
“Demi Allah, Anda mengetahui keadaanku. Taka da
sesuatu tentang diriku yang tidak Anda ketahui. Aku tidak mempunyi sesuatu pun
selain sebuah baju besi, sebilah pedang, dan seekor unta.”
Rasulullah SAW memahami bahwa harta yang dimiliki
Ali ialah fasilitas primer yang harus ada pada masing-masing orang. Pedang
sebagai pelindung, unta sebagai alat transportasi. Sementara itu, baju besi
agaknya masih belum terlalu mendesak untuk dibutuhkan.
“Tentang pedangmu itu, engkau tetap membutuhkannya
untuk juang di jalan Allah,” komentar Rasulullah SAW
“Sementara untamu itu, engkau juga membutuhkannya
untuk keperluan mengambil air bagi keluargamu, dan begitu juga dengan perjalanan
jauh. Oleh karenaya, jadikan baju besi yang engkau miliki sebagai maskawin. Aku
sudah cukup puas menerima barang itu dari tanganmu. Bergembiralah wahai Ali.
Sebab Allah sebenarnya sudah terlebih dahulu menikahkanmu di langit sebelum aku
menikahkanmu di bumi!”
Ali bin Abi Thalib merasa lega mendengar jawaban Rasulullah
SAW. Ia senang dan bersyukur kepada Allah SWT sebab ternyata Allah SWT telah
menikahkannya dengan Fatimah ketika di langit. Sebelum acara berlangsung,
Rasulullah SAW memberitahu putrinya terlebih dahulu.
Rasulullah berkata, “Wahai Fatimah, aku menikahkanmu
dengan seseorang yang paling banyak ilmunya, paling lapang dadanya, dan orang
yang pertama memeluk Islam.”
Mendengar itu, Fatimah sempat menangis haru. Ali
bin Abi Thalib adalah sosok yang sudah lama ia kenal karakternya. Ia merupakan
seorang pemuda yang amat santun tutur bahasanya dan mulia akhlaknya.
Komentar
Posting Komentar